Pekanbaru – Kepala Dinas Pendidikan Riau Tengku Fauzan Tambusai ditahan setelah menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penggelolaan anggaran. Korupsi itu diduga dilakukan Fauzan saat masih menjabat sebagai Pelaksana tugas Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau Bambang Heripurwanto mengatakan, Fauzan diduga melakukan korupsi dalam pengelolaan anggaran di Sekretariat DPRD Riau periode September-Desember 2022.
“Hari ini, penyidik Pidana Khusus Kejati Riau telah melakukan pemeriksaan sebagai saksi terhadap TFT (Tengku Fauzan Tambusai), atas dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran pada Sekretariat DPRD Riau,” ujar Bambang saat diwawancarai wartawan di Kejati Riau, Rabu (15/5/2024).
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, jaksa melakukan gelar perkara dan menetapkan Fauzan sebagai tersangka. Fauzan kemudian langsung ditahan di Rumah Tahanan Pekanbaru.
Bambang mengungkapkan, Fauzan diduga menilap uang negara sebesar Rp Rp 2.343.848.140. Uang yang bersumber dari APBD Provinsi Riau diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. “Modus tersangka, yaitu perjalanan dinas fiktif. Uangnya digunakan tersangka untuk keperluan pribadi,” ungkap Bambang.
Selaku Plt Sekretaris DPRD Riau, Fauzan disebut memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas selama dua bulan.
Dokumen dimaksud berupa nota dinas, surat perintah tugas, kwitansi, nota pencairan perjalanan dinas, tiket transportasi sampai tagihan pembayaran hotel. Setelah semua dokumen terkumpul, Fauzan selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban tersebut.
“Tersangka memerintahkan saudara K, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan saudara MAS, selaku bendahara pengeluaran untuk mengajukan ke Bank Riau tanpa melalui verifikasi oleh saudara EN selaku Kasubag atau Koordinator Verifikasi,” kata Bambang.
Fauzan disebut turut mencatut nama beberapa pegawai untuk pencairan dana. Setelah uang kegiatan perjalanan dinas fiktif tersebut masuk ke rekening pegawai, dilakukan pemotongan Rp 1,5 juta.
“Setiap pencairan dilakukan pemotongan sebesar Rp 1.500.000, dan diberikan kepada nama-nama pegawai yang dicatut atau dipakai namanya sebagai upah tanda tangan. Selebihnya uang pencairan perjalanan dinas fiktif tersebut dengan total sebesar Rp 2.856.848.140,” kata Bambang.
Setelah diberikan sebagian pencairan kepada nama-nama pegawai yang dicatut, uang yang diambilnya sampai Rp 2,3 miliar. (kompas)