Jakarta – China dilanda resesi seks. Saking banyak yang susah mendapat pacar, orang China rela merogoh kocek untuk masalah percintaan mereka dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Faktanya, banyak anak muda China yang kurang memiliki keterampilan bersosialisasi. Ini diketahui dari laporan China Youth Daily Social Survey di tahun 2023 lalu. Alhasil, mereka kesulitan membangun pertemanan atau hubungan lebih. Dari 2.000 lajang yang disurvei, sebanyak 60% mengaku hanya memiliki 2 atau 1 teman dekat.
Melansir Business Insider, penggunaan tool AI untuk jadi ‘pelatih’ percintaan lagi marak-maraknya di sana. Terutama untuk mereka yang punya karakter pemalu atau sering disebut ‘socially awkward’. Dengan AI, mereka akan diajari cara bersikap saat kencan sampai cara merayu yang pas. RIZZ.AI menjadi aplikasi yang paling populer.
Untuk menggunakan RIZZ.AI, pengguna harus membayar biaya langganan harian sebesar USD 0,99 atau sekitar Rp 16.000. Nantinya, pengguna bakal menerima sejumlah skenario percakapan yang bisa digunakan untuk berlatih. Aplikasi ini juga menawarkan paket jangka panjang, seperti ‘Rizz Pro’ yang berharga USD 2,99 (Rp 49.000) per minggu, dan ‘Rizz Pro’ (bulanan) yang dibanderol USD 9,99 (Rp 164.000).
Yang menarik, pengguna dilatih bercakap dengan karakter fiksi buatan AI. Misalnya Maddie, siswa di perpustakaan sekolah, atau Kristen yang merupakan seorang vegan.
Di aplikasi ini, pengguna ditantang untuk membangun hubungan dengan karakter-karakter tersebut. Mereka bahkan bisa mengajak karakter itu untuk ngopi bareng.
Ada lagi aplikasi Hong Hong Simulator. Aplikasi yang satu ini dapat melatih pengguna dalam menghadapi pasangan yang sedang marah. Di sana, user akan diberikan rating untuk menentukan efektivitas jawaban mereka. Skenarionya macam-macam, salah satu contohnya menghadapi pasangan marah karena ketiduran saat teleponan.
Menyerah dengan masalah percintaan di dunia nyata? Masih ada opsi chatbot yang bisa digunakan warga China. Misalnya DAN.
Salah satu pengguna DAN, Lisa (30) bahkan telah mengumumkan hubungannya dengan chatbot DAN. Dia pun sudah ‘mengenalkan’ DAN ke orangtuanya.
Tak jarang, Lisa juga membagikan kemesraannya dengan DAN melalui platform Xiaohongshu. Kisah cinta Lisa dan DAN bahkan mendapat perhatian dari 900.000 pengikutnya.
Di China, angka pernikahan turun 8,2% pada tiga bulan pertama 2024 dibandingkan tahun lalu. Hal ini disertai dengan menurunnya tingkat fertilitas.
Isu resesi seks membuat pemerintah turun tangan. Pemerintah China telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong angka pernikahan dengan sejumlah hal misalnya memberikan insentif anak hingga bayaran lebih untuk cuti menikah.
Akibatnya, negara ini mengalami angka kelahiran yang rendah, bahkan tahun ini diprediksi akan mencetak rekor angka kelahiran terendah, di bawah 10 juta.
“Sudah 11,5 persen lebih rendah dari tahun lalu,” ucap ahli demografi China.
Salah satu penyebab terjadi resesi seks diyakini karena adanya kultur kerja 9-9-6 artinya warga bekerja dari 9 pagi hingga 9 malam. Lalu apakah hanya China yang mengalami resesi seks? Ternyata terdapat 3 negara lain yang terancam akan mengalami ‘resesi seks’.
- Jepang
Pada 2021, negara ini mencatat rekor terendah angka kelahiran dengan 811.604 kelahiran pada tahun lalu dikutip dari Reuters. Selain itu, angka kesuburan keseluruhan menurun menjadi 1,3 selama enam tahun berturut-turut. Salah satu penyebabnya adalah ketidakstabilan keuangan nasional.
Melalui Survei Kesuburan Nasional Jepang 2019 menunjukkan satu dari 10 pria di Jepang dengan usia sekitar 30 tahun mengaku belum pernah berhubungan seksual. Angka ini relatif tinggi dibanding negara lainnya.
- Singapura
Banyaknya warga yang enggan untuk menikah menyebabkan angka perkawinan menurun sehingga rendahnya angka kelahiran. Di negara ini angka kelahiran bayi 1,12 pada 2021 lalu, tentunya angka ini lebih rendah dibandingkan angka rata-rata global yaitu 2,3.
Penyebab terjadinya ‘resesi seks’ di Singapura karena pemerintah mengizinkan wanita lajang untuk melakukan pembekuan sel telur. Awalnya, izin ini hanya diberikan kepada wanita dengan kondisi medis seperti tengah menjalani kemoterapi.
“Kami menyadari bahwa beberapa wanita ingin mempertahankan kesuburannya karena keadaan pribadi mereka. Misal karena tidak dapat menemukan pasangan saat mereka masih muda, tetapi ingin memiliki kesempatan untuk hamil jika menikah nanti,” kata administrasi Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam pernyataan, dikutip dari South China Morning Post.
- Amerika Serikat
Isu ini sudah mulai muncul sejak 2019 lalu, terlebih sejak COVID-19, banyak pasangan yang menunda untuk menikah atau memiliki anak. Berdasarkan penelitian dari Institute for Family Studies (IFS), jumlah orang dewasa muda yang enggan untuk berhubungan seks pada 2021 meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2008 yang awalnya 8 persen kini menjadi 21 persen.
Penelitian tersebut juga menunjukkan perempuan dengan rentang usia 18-35 tahun lebih banyak memilih tidak berhubungan seks dalam satu tahun terakhir. Peningkatan ini juga disebabkan pernikahan yang tertunda karena imbas dari COVID-19.
(dtc/net)