Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan, menyatakan tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang membuka kembali keran ekspor pasir laut.
Daniel meminta pemerintah untuk mengkaji kembali kebijakan tersebut karena dapat berdampak terhadap ekologi laut dan menimbulkan masalah sosial.
“Kami mewanti-wanti Pemerintah untuk kembali mempertimbangkan kebijakan ini karena ekspor pasir bisa menyebabkan ekologi laut terancam bencana! Dan bila terjadi bencana ekologi, itu bisa merugikan Indonesia berkali-kali lipat dibandingkan keuntungan yang didapat,” kata Daniel dalam keterangannya, Sabtu (21/9/2024).
Kebijakan ekspor pasir laut tersebut dituangkan dalam dua aturan Menteri Perdagangan, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024.
Keduanya merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Mei 2023.
Daniel mengingatkan, penambangan pasir laut untuk diekspor bisa menimbulkan permasalahan dalam berbagai aspek kehidupan alam dan masyarakat.
“Dibukanya keran ekspor pasir laut ini memiliki banyak dampak, baik pada lingkungan dan sosial. Terutama terhadap lingkungan laut yang berdampak secara serius,” ujarnya.
Daniel merinci dampak serius yang dapat terjadi pada lingkungan laut Indonesia dengan adanya penambangan pasir laut seperti degradasi terumbu karang karena ekstraksi pasir laut dapat merusak terumbu karang dan habitat laut lainnya.
Dampak serius lainnya adalah penurunan kualitas air dikarenakan aktivitas penggalian dapat menyebabkan pencemaran dan perubahan kualitas air laut.
“Pengambilan pasir laut juga dapat mempercepat erosi pantai dan mengubah bentuk garis pantai serta mengganggu habitat spesies laut yang bergantung pada substrat dasar laut untuk berkembang biak,” tegas Daniel.
Selain itu, kata dia, kebijakan tersebut dapat menyebabkan penurunan populasi spesies, sebab aktivitas penggalian dapat mengancam spesies yang tinggal di area tersebut.
“Belum lagi adanya potensi besar gangguan jaring makanan laut karena perubahan lingkungan dapat mempengaruhi rantai makanan di ekosistem laut,” ucap Daniel.
Daniel mengingatkan dampak besar lainnya dari kebijakan penambangan pasir untuk diekspor, yakni hilangnya pulau-pulau kecil Indonesia seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya
“Kejadian pulau-pulau kecil akan hilang seperti 20 tahun yang lalu selama proses penambangan pasir laut yang diekspor akan terulang,” ungkapnya.
Ekspor pasir laut dari Indonesia ke luar negeri sebenarnya telah dilarang sejak 20 tahun lalu, tepatnya pada era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Pelarangan ekspor pasir laut oleh Presiden Megawati didasari dengan alasan karena tindakan tersebut hanya akan menguntungkan negara lain, seperti Singapura, dan merugikan Indonesia karena keuntungannya yang didapat negara rendah.
Kendati demikian pemerintah menyebut bahwa kebijakan tersebut tidak akan memberikan dampak negatif pada lingkungan laut.
Pemerintah mengklaim bahwa yang diambil adalah sedimen, bukan pasir. Sedimen merupakan material padat yang terdiri dari pecahan-pecahan batu-batuan, mineral, sisa-sisa tumbuhan, dan hewan yang dipindahkan dan diendapkan di tempat baru yang mengganggu jalur kapal laut.
Selain mengancam lingkungan hidup, Daniel menerangkan berbagai dampak sosial yang dapat ditimbulkan dengan diterapkannya kembali kebijakan ekspor pasir laut Indonesia.
“Penambangan pasir laut dalam skala besar bukan hanya dapat menghancurkan ekosistem laut, tapi juga berdampak langsung pada hasil tangkapan ikan dan kesejahteraan nelayan,” jelasnya.
Karenanya, Daniel meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan ekspor pasir laut dan mengambil langkah yang lebih bijaksana.
“Kita harus memastikan bahwa kebijakan yang kita ambil hari ini tidak menghancurkan masa depan generasi yang akan datang, baik dari sisi lingkungan maupun sosial ekonomi rakyat,” imbuhnya.
(ind/bbs)