Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut jumlah tenaga honorer di daerah membengkak karena diisi oleh orang-orang dari tim sukses (timses) pejabat daerah yang terpilih.
Tito Karnavian mengatakan, dirinya tidak keberatan dengan keberadaan tenaga honorer spesialis seperti dokter, bidan, dan bagian keuangan. Namun demikian, tenaga honorer bagian umum banyak diisi oleh orang timses dari pejabat yang terpilih.
Tenaga honorer ‘bawaan’ itu sulit untuk diberantas. Padahal mereka tidak memiliki keahlian di bidang pekerjaannya serta seringkali bekerja tidak mengikuti aturan yang berlaku di instansinya.
“Kadang-kadang yang repot itu terutama honorer yang tenaga umum itu rata-rata tim sukses. Mereka (pejabat) begitu menang, yang dukung dijadikan tenaga honorer. Jam 8 datang, jam 10 sudah pulang,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (23/9/2024).
Dia mengungkapkan, pejabat yang terpilih memasukkan timsesnya menjadi tenaga honorer di daerah masing-masing sementara tenaga honorer ‘bawaan’ dari pejabat sebelumnya masih tetap ada.
Hal inilah yang menyebabkan jumlah tenaga honorer di daerah menjadi gemuk. “Nanti kalau ganti kepala daerah, pilih lagi, yang tim sukses yang lama honorer masih tetap ada kalau diberhentiin mereka marah, demo. Yang tim sukses pejabat yang baru, kepala daerah baru, nambah lagi,” ungkapnya.
Oleh karenanya, menurut Tito, tenaga honorer bawaan ini perlu diatur agar tidak membeludak dan memberatkan belanja pemerintah daerah yang sebagian besar habis untuk belanja pegawai seperti pemberian gaji, bonus, hingga operasional pegawai. Ke depan, dia berharap, jumlah tenaga honorer benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan tiap daerah dan tidak ada lagi tenaga honorer ‘bawaan’ pejabat yang terpilih.
“Kalau menurut saya perlu diatur. Harus dibicarakan, karena tiap daerah kebutuhannya beda. Harus dibicarakan supaya nyetop ini,” tukasnya.
Hal serupa juga sempat diungkapkan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam kuliah umum “Capaian Hukum dan Politik dalam Sistem Demokrasi Indonesia”, di Ruang Bulaksumur, University Club UGM, Jumat (6/10/2023) lalu.
Mahfud menyampaikan saat ini jumlah tenaga honorer semakin banyak. Menurutnya, hal itu lantaran hampir setiap kepala daerah baru membawa tim suksesnya untuk menjadi tenaga honorer. “Sekarang justru tenaga honorer itu jutaan. Karena apa? Setiap kepala daerah yang baru itu membawa tim suksesnya menjadi tenaga honorer. Ada ponakanya, ada anaknya, dititipkan ke sana semua, sehingga pemerintah jadi kewalahan, kata Mahfud.
Padahal sebenarnya sudah ada kebijakan bahwa setiap instansi pemerintahan tidak boleh mengangkat tenaga honorer. Namun, sekarang hampir setiap kepala daerah terus memasukan tenaga honorer tanpa dapat dibendung. Nggak bisa dibendung, sehingga jumlahnya menjadi jutaan. Maka pemerintah sekarang jadi goyang. Ini bagaimana menyelesaikannya, diselesaikan sekarang ini muncul lagi di sini, sudah dilarang masih muncul lagi,” tandasnya.
Pemerintah bisa saja bertindak tegas dengan tidak menganggap tenaga honorer yang diangkat kepala daerah tersebut. Namun menurut Mahfud MD langkah tersebut tidak manusiwi. “Ya tentu kalau mau keraskerasan yang diangkat sesudah tanggal ini dianggap tidak ada, itu bisa saja. Tetapi ini manusia, belum lagi gaji gaji tenaga honorer itu macam-macam ada yang hanya Rp 300.000,” ungkapnya.
Mahfud mengungkapkan terkadang pemerintah juga kecolongan. Sebab tiba-tiba sudah ada daftar ASN yang diangkat oleh kepala daerah periode terdahulu. “Itu yang terjadi sehingga kita dibikin pusing. Kadang kala kita kecolongan, tahu-tahu sudah ada di depan meja, ini sudah jadi ASN. Yang angkat bupati periode lalu udah berhenti, tinggalan masa lalunya harus diselesaikan, begitu terus,” tuturnya.
(ind/bbs)