Minggu, 19 Januari 2025

Eks Menhan Akui Israel Lakukan Pembersihan Etnis di Gaza

Tel Aviv – Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Moshe Yaalon, menyatakan militer negaranya sendiri telah melakukan kejahatan perang dan praktik “pembersihan etnis” di wilayah Jalur Gaza. Tuduhan ini menuai reaksi keras di kalangan pemerintahan dan politisi Israel.

Yaalon, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (2/12/2024), mengatakan kepada media lokal Israel bahwa kelompok garis keras dalam kabinet sayap kanan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu berupaya mengusir warga Palestina di Jalur Gaza bagian utara dan ingin membangun kembali permukiman Yahudi di sana.

“Saya terpaksa memperingatkan tentang apa yang terjadi di sana dan apa yang disembunyikan dari kami. Pada akhirnya, kejahatan perang sedang dilakukan,” ucap Yaalon saat berbicara kepada televisi lokal Israel, Kan, pada Minggu (1/12) waktu setempat.

Yaalon yang kini berusia 74 tahun merupakan mantan Kepala Staf Militer Israel yang berhaluan keras. Dia menjabat sebagai panglima militer Israel antara tahun 2002 hingga tahun 2005 lalu, tepat sebelum penarikan sepihak pasukan Tel Aviv dari Jalur Gaza.

Yaalon kemudian menjabat sebagai Menhan Israel periode tahun 2013-2016 dan sempat menjabat Wakil PM Israel, sebelum mengundurkan diri pada tahun 2016 karena perbedaan pendapat dengan Netanyahu yang saat itu menjabat PM. Sejak mengundurkan diri, Yaalon menjadi pengkritik keras untuk Netanyahu.

“Ruas jalanan yang kita lalui adalah penaklukan, aneksasi, dan pembersihan etnis,” ucap Yaalon dalam wawancara dengan televisi swasta Democrat TV pada Sabtu (30/11) waktu setempat.

Ketika ditanya lebih lanjut soal “pembersihan etnis” yang disebutnya, Yaalon menambahkan: “Apa yang terjadi di sana? Tidak ada lagi Beit Lahiya, tidak ada lagi Beit Hanoun, militer melakukan intervensi di Jabalia dan kenyataannya, tanah tersebut dibersihkan dari orang-orang Arab.”

Wilayah Jalur Gaza bagian utara, yang mencakup area-area yang disebutkan Yaalon di atas, telah menjadi target serangan militer Israel sejak 6 Oktober lalu, yang diklaim Tel Aviv bertujuan mencegah militan Hamas kembali berkumpul.

Yaalon, dalam pernyataannya, menyebut kelompok garis keras dalam kabinet Netanyahu ingin membangun kembali permukiman Yahudi di Jalur Gaza bagian utara, sekitar 19 tahun setelah pasukan Israel menarik diri dari area itu. Langkah membangun kembali permukiman Yahudi di area itu ditentang keras oleh Yaalon saat dia masih menjabat.

Kebanyakan negara-negara di dunia menganggap permukiman Yahudi yang dibangun di wilayah Palestina yang diduduki sejak perang tahun 1967 silam merupakan tindakan ilegal dan menganggap perluasan permukiman Yahudi sebagai hambatan bagi terciptanya perdamaian, karena langkah semacam itu sama saja menggerogoti tanah yang diinginkan Palestina sebagai negara masa depan mereka.

Komentar-komentar terbaru Yaalon itu menyulut kemarahan di kalangan pemerintahan Israel. Salah satunya dari Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, yang kontroversial yang mengatakan “sungguh memalukan” bagi Israel “memiliki sosok seperti panglima militer dan Menteri Pertahanan tersebut”.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar dalam komentarnya menyebut tuduhan yang dilontarkan Yaalon itu tidak berdasar.

“Semua yang dilakukan Israel sesuai dengan hukum internasional dan sangat disayangkan bahwa mantan menteri Yaalon tidak menyadari kerusakan yang disebabkannya dan tidak mencabut pernyataannya,” ucap Saar dalam konferensi pers.

Kritikan juga datang dari Partai Likud, yang menaungi Netanyahu dan sempat menaungi Yaalon di masa lalu. Partai Likud menuduh sang mantan Menhan itu menyebarkan “fitnah” dan menyebut komentarnya sebagai “pernyataan kosong dan tidak jujur”.

Dalam pernyataannya, Partai Likud juga menyebut komentar Yaalon itu sebagai “hadiah untuk ICC (Mahkamah Pidana Internasional) dan kubu musuh Israel”.

Pernyataan itu merujuk pada ICC yang baru saja mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menhan Israel lainnya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza. Netanyahu dan Gallant membantah tuduhan-tuduhan tersebut.

(ind/dtc)

Hot this week

Hasil MotoGP Mandalika 2024: Martin Menang, Marc Marquez Out!

Lombok Tengah - Jorge Martin berhasil memenangkan balapan utama...

Waspada Hipertensi, Ini Batas Konsumsi Garam per Hari

Tekanan darah tinggi atau hipertensi menjadi salah satu penyakit...

Batam Terancam Tsunami Besar? Ini Kata BMKG

Batam - Pesan berantai tersebar di grup-grup WhatsApp warga...

Adik Prabowo Bangun Pabrik di Batam, Bidik Omzet Rp 1,2 Triliun

Batam - PT Solder Tin Andalan Indonesia, perusahaan milik...

Dilanda Resesi Seks, Orang China Rela Bayar Segini

Jakarta - China dilanda resesi seks. Saking banyak yang...

Topik

Usai Hina Penjual Es Teh, Gus Miftah Mundur dari Jabatan Utusan Khusus Presiden

Jakarta - Miftah Maulana Habiburahman alias Gus Miftah mengundurkan...

Biaya Perpanjang SIM Disebut Bebani Masyarakat, Segini Tarifnya

Jakarta - Biaya perpanjangan SIM disorot anggota DPR karena...

Arab Saudi Akan Gelar Konferensi Pembentukan Negara Palestina

Paris - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa ia...

Ini 5 Pimpinan KPK yang Ditetapkan DPR, Setyo Budiyanto Jadi Ketua

Jakarta - DPR resmi mengesahkan lima pimpinan KPK periode...

Singapura Dihantui ‘Pornografi Deepfake’, Banyak Remaja Perempuan Jadi Korban

Jakarta - Kasus pornografi deepfake mulai menghantui Singapura, utamanya...

Prabowo Umumkan Anggaran Makan Bergizi Gratis Rp10.000 Per Hari

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengumumkan anggaran untuk program...

Negara NATO Ini Akui Rusia Menang Perang

Warsawa - Polandia, salah satu negara NATO pendukung Kyiv,...

Marc Marquez Berambisi Bawa Ducati Berjaya di MotoGP 2025: Saya Harus Juara!

Jakarta - Marc Marquez tegaskan ambisi besar bawa Ducati...
spot_img

Artikel terkait

Popular Categories

spot_imgspot_img